Menjelajahi Semesta Imajinasi Olafur Eliasson di Museum MACAN

Karya Olafur Eliasson berjudul Yellow corridor (1997). Foto: Museum Macan

Museum MACAN kembali menghadirkan pameran besar yang memikat publik seni Indonesia. Kali ini, giliran Olafur Eliasson—seniman visioner kelahiran Islandia-Denmark yang mengundang pengunjung memasuki dunia penuh cahaya, warna, dan fenomena alam melalui pameran Olafur Eliasson: Your curious journey, berlangsung hingga 12 April 2026.

Tur ini menandai kunjungan pertama Eliasson ke Jakarta sebagai bagian dari tur Asia Pasifik, sekaligus menambah bab penting dalam perjalanan panjangnya di ranah seni kontemporer.

Sejak akhir 1990-an, Eliasson dikenal lewat karya-karya yang menantang persepsi pengunjung terhadap ruang dan lingkungan. Instalasinya yang monumental, permainan cahaya intens, penggunaan elemen alam, hingga eksplorasi gerak dan optik membuatnya menjadi salah satu seniman paling berpengaruh di dunia. Karyanya tidak sekadar menghadirkan keindahan visual, tetapi mengajak pengunjung untuk turut membentuk pengalaman ruang melalui kehadiran dan interaksi.

Nama Eliasson mencuat saat ia menampilkan proyek ikonik The Weather Project (2003) di Tate Modern, London. Instalasi matahari buatan berukuran raksasa yang memancarkan cahaya kuning hangat itu memenuhi Turbine Hall dan menciptakan refleksi ilusi melalui kabut tipis. Ribuan pengunjung membanjiri galeri, berbaring di lantai, menatap ke atas, dan merenungkan hubungan manusia dengan fenomena alam.

Pada 2008, ia kembali menggemparkan dunia seni lewat The New York City Waterfalls, empat air terjun buatan berskala besar yang menyusup ke antara bangunan pencakar langit Manhattan dan tepi Brooklyn.

Konsep alam dan perubahan iklim kemudian lebih menonjol dalam karya-karyanya. Melalui proyek Ice Watch, Eliasson membawa bongkahan es gletser Greenland yang mengambang ke pusat kota Kopenhagen (2014), Paris (2015), dan London (2018).

Pengunjung dapat menyentuh es itu dan dapat merasakan dingin yang rapuh sembari menyaksikannya mencair perlahan. Pengalaman langsung ini menjadi cermin menyakitkan dari pemanasan global. Keseriusannya terhadap isu lingkungan membuatnya ditunjuk sebagai UNDP Goodwill Ambassador pada 2019.

Dalam Your curious journey, Eliasson membawa 17 karya yang memadukan cahaya, warna, air, kabut, gerakan, dan elemen optik. Seluruh karya dirancang untuk mengaktifkan tubuh pengunjung bukan sekadar mata, sehingga setiap orang dapat merasakan ruang, perubahan, dan persepsi secara personal.

Berikut beberapa highlight dari pameran ini.

Ventilator (1997)

Memasuki ruang pertama, pengunjung disambut Ventilator, sebuah kipas angin yang tergantung dan bergerak bebas di udara. Karya ini tampak sederhana, namun menantang cara pengunjung memaknai objek keseharian. Gerak bebasnya menciptakan rasa waspada, kesunyian, dan kejutan kecil yang membuat pengunjung sadar bahwa ruang galeri bukanlah ruang yang statis.

Adrift Compass (2019)

Sebuah kayu yang tampak melayang di dinding menjadi pusat perhatian. Karya Adrift Compass bergerak mengikuti arah mata angin, seolah menegaskan bahwa orientasi tidak pernah benar-benar stabil.

Olafur Eliasson Adrift berjudul compass (2019). Foto: Museum Macan

The Last Seven Days of Glacial Ice (2023)

Karya ini menjadi salah satu representasi terkuat komitmen Eliasson terhadap isu lingkungan. Selama tujuh hari, ia merekam perubahan bongkahan es gletser yang perlahan mencair. Dokumentasi visual tersebut dikemas dalam bola-bola kristal, menampilkan fragmen waktu yang membeku dan kemudian hilang. Karya ini mengajak pengunjung untuk merenungkan kecepatan perubahan iklim yang tak lagi bisa diabaikan.

Shadow House

Shadow House menawarkan pengalaman bermain dengan cahaya melalui bayangan berwarna-warni. Setiap gerak tubuh menghasilkan siluet vibrant yang berubah sesuai posisi pengunjung. Instalasi ini menjadi ruang interaktif yang menggabungkan keasyikan visual dengan pertanyaan mendalam tentang bagaimana cahaya membentuk identitas dan persepsi.

Karya Olafur Eliasson berjudul Multiple shadow house (2010). Foto: Museum Macan

Beauty

Salah satu karya paling puitis dalam pameran ini, Beauty menghadirkan kabut tipis yang ketika disinari menghasilkan spektrum pelangi. Pengunjung dapat berjalan melewati “air terjun pelangi” ini, merasakan perpaduan cahaya dan air yang menciptakan momen nyaris spiritual sederhana, namun memikat.

Olafur Eliasson berjudul Beauty (1993). Foto: Museum Macan

Yellow Corridor

Melangkah ke Yellow Corridor, pengunjung memasuki ruang sepenuhnya berwarna kuning. Cahaya intens membuat ruang terasa asing tetapi hangat. Saat meninggalkan instalasi, mata pengunjung akan menangkap bayangan kebiruan efek pasca-persepsi yang memperlihatkan betapa mudahnya indra pengunjung dimanipulasi oleh warna.

Multiverses and futures (2017)

Empat perangkat optik menyerupai kaleidoskop ini menawarkan pengalaman visual yang selalu berubah. Pengunjung dapat memiringkan dan memutar perangkat untuk menangkap potongan lingkungan sekitar, yang kemudian terfragmentasi menjadi komposisi baru melalui cermin miring. Setiap kaleidoskop memiliki bentuk bukaan berbeda, menunjukkan bahwa realitas dapat muncul dalam banyak wajah tergantung dari “bingkai” yang pengunjung pakai.

Subsaharan dusk study no. 1–6 (2018)

Seri cat air ini terinspirasi dari warna senja di Afrika. Alih-alih mereplikasi lanskap, Eliasson mengolah kesan cahaya menjadi lapisan-lapisan warna transparan. Hasilnya adalah lukisan yang terasa hangat, hening, dan intim seolah menangkap momen matahari terbenam yang perlahan memudar.

Life is lived along lines (2009)

Instalasi ini menampilkan geometri dua dimensi yang tampak bergerak lembut di layar panjang. Namun ketika pengunjung mengelilinginya, terbongkar bahwa gambar itu adalah bayangan dari patung-patung berputar yang diterangi cahaya. Karya ini menunjukkan bagaimana perubahan sudut pandang dapat mengubah seluruh pemahaman pengunjung terhadap suatu bentuk.

The seismographic testimony of distance (Berlin–Singapore, no. 1-6), (Singapore–Auckland, no. 1-6), (Auckland–Taipei, no. 1-6), (Taipei-Jakarta, no. 1-6) (2024-2025)

Salah satu karya paling menarik secara konsep, seri lukisan ini dibuat menggunakan seismograf yang memetakan perjalanan dari satu kota ke kota lain dalam tur pameran. Garis-garis getaran yang tercipta menjadi dokumentasi visual perjalanan Berlin–Singapura–Auckland–Taipei–Jakarta. Karya ini akan terus berkembang dalam tiap perhentian, menjadikannya proses artistik yang hidup dan bergerak.

Bagikan pengalaman Anda melalui TheMomentum.id.