Menyelami Ruang Inklusif Penuh Warna dan Makna di “Art Spectrum 20’20” Persembahan 75 Gallery

Siapa sangka pada tanggal 7 Desember 2025 kemarin, di selatan Kota Jakarta yang kerap dikenal sebagai pusat aktivitas eksklusif, telah digelar pembukaan sebuah pameran yang mengedepankan ruang inklusif, khususnya untuk teman-teman luar biasa (penyandang disabilitas), bertempat di 75 Gallery. Pameran yang disebut “Art Spectrum 20’20: Goresan Ekspresi dan Warna Inklusif” ini berhasil menciptakan kesan berbeda bagi para pecinta seni. Bukan sekadar ruang pamer, namun juga menjadi  pemersatu keberagaman, kreativitas, dan juga suara-suara yang jarang kali terhiraukan. 

Pameran ini menampilkan karya dari 20 pelukis penyandang disabilitas dan 20 pelukis profesional–mereka ditampilkan berdampingan tanpa sekat. Kolaborasi ini menghadirkan energi unik yang membuat ruangan terasa lebih hidup dan penuh makna. Tidak ada pemisah, hanya kebersamaan dalam menyampaikan ide, persepsi, dan emosi melalui warna dan bentuk yang dipilih masing-masing. Semua dipamerkan sebagai bentuk ekspresi manusia yang setara, dalam satu ruangan bergemakan tawa, dialog, dan perasaan tak terduga dari setiap karya yang dipamerkan. 

Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Giring Ganesha Djumaryo, beserta para seniman, kurator, aktivis disabilitas, dan para pendukung seni inklusif. Diawali dengan sambutan Yuli Riba selaku Manajer Galeri Darmin Kopi–salah satu pihak penggagas, menyampaikan apresiasi mendalam kepada semua pihak. “Dalam rangka Hari Disabilitas Internasional, kami membuat acara ini karena ingin mendekatkan masyarakat dengan teman-teman yang spesial ini,” ujarnya.

Kemudian disusul wakil menteri kebudayaan RI Giring Ganesha Dumaryo, beliau menyampaikan bahwa “Kesenian, apa pun itu bentuknya, adalah jalan yang inklusif karena begitu kita sudah menciptakan sesuatu, kita tidak akan pernah bertanya tentang suku dan agama”. Berbagai sambutan ini berhasil meninggalkan kesan hangat dan haru kepada para pengunjung pameran. 

Yuli Riban, menekankan bahwa pameran ini dibuat untuk membuka ruang dialog. Baginya, masyarakat perlu memahami lebih dekat perjalanan para pelukis penyandang disabilitas–tentang suasana hati, mimpi, kekuatan, dan perjuangan yang mereka wujudkan melalui seni. Hasil karya mereka pun beragam, beberapa menggambarkan kehidupan sehari-hari yang spontan dan dinamik, lainnya terasa lebih tenang dan reflektif–serasa melihat langsung isi batin para pembuatnya. 

Tidak hanya seni rupa yang tampil di panggung inklusif ini. Dua anak berkebutuhan khusus, Hamdan dan Aulia, menarikan tarian Betawi yang memikat perhatian seluruh ruangan. Kemudian, suara merdu Moreno–siswa SLB Pembina Lebak Bulus–menggetarkan suasana saat ia menyanyikan lagu “Laskar Pelangi”. Tanpa diduga, Giring turut menyanyi bersamanya, menciptakan salah satu momen yang cukup emosional dalam pembukaan pameran. Mereka melangkah di ruangan penuh karya seni yang berbicara tentang eksistensi, kebebasan berekspresi, dan keterbukaan sosial. Tepuk tangan meriah mengisi ruang, bukan sekadar sebagai tepukan penghargaan atas pertunjukan, tetapi sebagai ungkapan empati dan inklusi sosial secara nyata. 

Rangkaian acara yang ditawarkan Art Spectrum 20’20 pun beragam, mulai dari pameran karya seni rupa, diskusi yang menghadirkan narasumber dari kalangan pelukis, aktivis disabilitas, dan kurator seni, sampai workshop seni inklusif yang mengajak publik dan teman-teman luar biasa berkreasi bersama. Semua Rangkaian ini dapat dinikmati oleh publik mulai dari tanggal 7 Desember 2025 – 20 Desember 2025, di 75 Gallery. 

Hal yang paling menarik perhatian dari Art Spectrum 20’20 ini adalah kehadiran Jan Praba, Ireng Halimun, dan Syakieb Sungkar. Alih-alih menjadi mentor yang menggurui para teman luar biasa, mereka hadir sebagai mitra kreatif yang turut berkolaborasi dalam penciptaan karya. Sehingga lahirlah karya yang berbicara dalam dua suara, baik profesional maupun kejujuran ekspresif. Beberapa karya pun menjadi sorotan pengunjung karena memadukan teknik matang dengan sentuhan impulsif yang unik. Harmoni dari dua perspektif ini menghadirkan warna yang jarang ditemui dalam pameran konvensional.

Pameran ini menjadi pengingat bahwa dalam dunia yang semakin banyak terpenggal oleh perbedaan identitas, ekonomi, dan akses sosial, seni bisa merangkul luka sekaligus merangkai harapan. Seni yang dipamerkan di acara ini bukan hanya perihal estetika visual, tetapi tentang menemukan nilai kemanusiaan di balik keberagaman kondisi sosial manusia. Pameran ini berperan seperti cermin yang menampilkan pertanyaan introspektif seperti “apa yang membuat kita merasa setara? Bagaimana kita memberi ruang bagi suara yang selama ini kerap terpinggirkan?” 

Yuli Riban selaku koordinator pelaksana pameran menuturkan bahwa pameran ini bukan tempat berhenti, melainkan titik awal bagi perjalanan panjang untuk wadah validasi dan kesempatan setara bagi para pelukis penyandang disabilitas. Dia beraspirasi, kegiatan seperti ini akan terus ada dan berkembang. Sehingga pelukis-pelukis ini tidak hanya belajar melukis, tetapi tumbuh sebagai pelukis yang diakui secara profesional dalam skala yang lebih luas. Beliau percaya bahwa karya seni teman-teman luar biasa juga setara dengan karya seni konvensional lainnya, bahkan mengandung cerita lebih dari para pembuatnya. Art Spectrum 20’20: Goresan Ekspresi dan Warna Inklusif—persembahan 75 Gallery bersama Galeri Darmin Kopi, menjadi contoh nyata bahwa seni mampu menembus batasan-batasan sosial yang kerap kali dianggap konkrit bentuknya. Bahkan ketika hari berakhir dan lampu galeri mulai diredupkan, warna-warna yang tergores pada karya dalam ruangan, seolah-olah masih berbicara. Memanggil kita untuk melihat dunia dengan mata yang lebih manusiawi dan hati yang lebih terbuka. Di sini, seni bukan lagi sekedar karya yang dipandang, tetapi suara yang dirasakan, dialami, dan dihargai—mengingatkan bahwa seni lebih dari sekedar hasil visual, tetapi jembatan empati hati manusia. Membawa kita kembali melihat kehidupan sebagai spektrum indah yang menciptakan ruang untuk keterlibatan sejati setiap eksistensi individunya.